BALADA KADAL GURUN

kadal politik, kadal kolam,
Kadal Gurun (Wikipedia)

Tahun 2009 Megawati dan Prabowo berpasangan maju sebagai capres dan cawapres. PDIP + Gerindra. Nasionalis plus nasionalis. (Ada yang menyebut 'abangan' plus 'abangan', tapi istilah itu tidak saya pakai karena sudah tidak populer lagi, rentan menimbulkan salah pengertian).

Kalah memang waktu itu, tapi karena belum waktunya menang saja. Walaupun kalah, keduanya berhasil meletakkan dasar untuk arah politik Indonesia berikutnya. 

Dengan berbagai manuver yang bagus, akhirnya tahun 2014 yang maju capres adalah Jokowi dan Prabowo. PDIP versus Gerindra. Nasionalis vs nasionalis. Tidak ada calon lain.
"Kok kayak 'all abangan final'?" celetuk teman saya, teringat kalau pas final kejuaraan bulutangkis yang masuk final sama-sama pemain Indonesia, reporter tivi sering menyebutnya dengan bangga: all indonesian final. 

 Siapapun yang menang jadi presiden, Jokowi atau Prabowo, pemenangnya sama-sama PDIP atau Gerindra, dua partai yang sudah seia-sekata sejak 2009. Platformnya hampir sama.
Jadi kemana para pemilih yg bukan penggemar partai nasionalis seperti PDIP dan Gerindra akan menjatuhkan pilihan? 

Ini yang menarik. 

Masalahnya mereka tidak disediakan pilihan lain. Di situ pinternya bu mega dan pak prabowo. Andai masih ada 'pilihan lain' seperti tahun 2009 dan sebelumnya, masih sulit diterka apakah mega-prabowo akan sanggup mengambil alih tongkat kepemimpinan politik nasional. 

Dengan hanya dua pilihan, jokowi atau prabowo (PDIP atau Gerindra), ya bagaimanapun pemenangnya tetap akan salah satu dari mereka. Walau banyak yang golput sekalipun, tidak ngaruh. 

Menarik utk dikenang bahwa kelompok yang sering diolok-olok dgn sebutan: kaum onta, kadal gurun, kaum cingkrang, dlsb. ternyata menjatuhkan pilihan pada Prabowo.
Maaf, sulit utk mendefinisikan komunitas ini namanya apa. Mau disebut 'umat islam' nanti ada yg protes karena dianggap tidak mewakili semuanya. Mungkin bisa disebut 'komunitas simpatisan 212' tapi tidak sepenuhnya tepat juga. 

Mereka disebut kelompok radikal, padahal nyatanya tidak pernah memicu kekerasan. Mereka disebut pro khilafah, padahal hanya sebagian (kecil) yang mungkin begitu. Mereka disebut anti nkri, tapi tidak satupun yg pernah diadili kesetiaannya di pengadilan nkri.
Tapi dari semua cemoohan, ejekan 'kadal gurun' itu yang paling mengena. 

Mengapa? Hehe. 


Kelompok 'kadal gurun' ini kemarin bukan sekedar mencoblos prabowo di bilik suara.
Lebih dari itu. Mereka telah menjadi "pendukung paling militan" sepanjang sejarah perpolitikan nasional. Di dunia nyata, dan lebih-lebih lagi di media sosial. 

Beberapa orang bahkan sampai dijebloskan ke penjara hanya gara-gara saking semangatnya dukung prabowo. 


Padahal tak sesenpun duit prabowo mereka dapat. Bahkan mereka membiayai sendiri kegiatannya. Merogoh kocek sendiri. Bahkan ada yang ikut menyumbang kampanye Prabowo-Sandi. Luar biasa. 

Kemudian kalah? Ya itu biasa. Namanya politik, ada yang menang dan ada yang kalah.
Cuma kemudian yang lucu, demikian cepatnya Prabowo dan elit-elit di sekitarnya meninggalkan 'kelompok kadal gurun' ini. 

Cepat sekali. 

Bermula dengan pertemuan di gerbong kereta api, kemudian makan nasi goreng, terus... terus... dst. Dan kemudian tak ada lagi agenda pertemuan antara Prabowo dan 'kelompok kadal gurun' itu. Tak ada lagi. Sudah. 

Dan komentar dari elit-elit sekeliling Prabowo pun mulai bermunculan. Komentar negatif tentang isu khilafah, tentang 212, dll. Hmm... dan Prabowo hingga kini tidak pernah mengklarifikasi apalagi meluruskan komentar-komentar anak buahnya itu. 

Entahlah, kalian bisa bilang ini cuma halusinasi saya saja. Entah benar entah tidak, tapi itu yang saya rasakan: Prabowo telah meninggalkan 'kadal gurun' yang dulu mati-matian mendukungnya. 

Ya nggakpapa sih. Masih lebih mending ditinggalkan seorang politisi ketika dia kalah, daripada ditinggalkan ketika dia menang. Lebih sakit. 

Andai Prabowo menang apakah kadal gurun akan ditinggalkan juga? Ya nggak tahu kita, wong belum pernah terjadi. 

Tapi kalau mau menggunakan feeling sedikit, sebenarnya hal itu bisa diperhitungkan dari kasus pergantian wakil gubernur DKI saat ini. 

Mengapa alot sekali bagi Gerindra untuk sedikit saja 'bermurah hati' menyerahkannya pada PKS? 


Baru jabatan wagub saja sudah alot kayak gitu, apalagi seandainya menang pilpres lalu tiba giliran berebut jabatan menteri dan komisaris bumn. Seperti apa ya kira-kira? 

Itulah yang saya bilang, bahwa ejekan 'kadal gurun' itu yang paling mengena.
Karena kelompok inilah saat ini yang telah mengalami 'dikadali' hingga sekadal-kadalnya. Sempurna banget kadalnya.

Sudah jatuh dikadali lawannya, tertimpa pula dikadali kawannya. Hehe.
Nggakpapa ya say, politik ya begitu itu. 

Kelak kita akan makin dewasa, dan kekadalan kita hari ini akan mematangkan pilihan politik kita di kesempatan yang akan datang. 

Lagian kalian tidak sendiri, kok. 

Tuh tetangga sebelah juga lagi ngumpat-ngumpat karena merasa dikadali oleh junjungannya.
Walaupun mereka nggak mau, silakan kalian beri mereka julukan 'kadal kolam'.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIDAK ADA YANG SALAH DENGAN INDONESIA

ENZO YA, BUKAN SI ....